Sabtu, 30 Mei 2015

PERSEDIAAN



Nama  : Fatimah Adlia
Kelas   : 2 AC
PERSEDIAAN
Pengertian Persediaan
Persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode waktu tertentu atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
Menurut (standar akuntansi keuangan, 1999) pengertian persediaan adalah aktiva:
  1. yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal;
  2. dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau
  3. dalam bentuk bagan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa
Jenis-jenis persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan tergantung pada jenis usaha perusahaan yang bersangkutan, yaitu sebagai berikut :
a. perusahaan jasa        : tidak mempunyai persediaan.
b. perusahaan dagang  : mempunyai satu jenis persediaan yaitu persediaan barang dagang.
c. perusahaan industri  : mempunyai 3 jenis persediaan yang terdiri dari, persediaan bahan        baku, persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi.
Ciri-Ciri Persediaan Barang Dagang
1. Persediaan barang dagang dimiliki oleh perusahaan dagang.
2. Dalam bentuk siap untuk dijual, dijual secara langsung.
3. Masih ada dan belum terjual.
4. Persediaan barang dagang terdiri atas :
    - Persediaan awal, yaitu nilai barang yang dimiliki pada awal tahun buku.
    - Persediaan akhir, yaitu nilai barang yang dimiliki perusahaan pada akhir periode 
       akuntansi.
5. Apabila jumlahnya terlalu banyak maka perusahaan mengeluarkan biaya yang cukup
    tinggi. Misalnya : Biaya Asuransi

Alasan diperlukannya Persediaan

  1. Dibutuhkannya waktu untuk menyelesaikan operasi produksi dan untuk memindahkan produk dari suatu tingkat proses ke tingkat proses lainnya yang disebut persediaan dalam proses dan pemindahan
  2. Alasan organisasi, untuk memungkinkan suatu unit membuat jadwal operasinya secara bebas tidak tergantung dari yang lainnya.

Manfaat adanya persediaan

  1. menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan perusahaan.
  2. menghilangkan resiko dari materi yang dipesan berkualitas atau tidak baik sehingga harus dikembalikan.
  3. mengantisipasi bahwa bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dalam pasaran.
  4. mempertahankan aktivitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi
  5. mencapai penggunaan mesin yang optimal
  6. memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya agar keinginan pelanggan pada suatu waktu dapat dipenuhi dengan memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi tersebut
  7. membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaannya atau penjualannya.
Kepemilikan Persediaan
Sebagai pedoman umum, barang yang masuk sebagai persediaan adalah barang yang benar-benar dimiliki oleh perusahaan tanpa memandang lokasi persediaan tersebut.
Masalah yang mungkin terjadi pada akhir periode dalam rangka menentukan status kepemilikan persediaan, yakni antara lain:
  • Barang dalam perjalanan (Goods in transit) 
Masalah yang timbul apabila barang masih dalam perjalanan adalah sulitnya menentukan apakah barang tersebut masih menjadi hak milik penjual atau sudah menjadi hak milik pembeli. Untuk mengatasi hal ini, maka dua syarat penyerahan barang digunakan sebagai dasar penentuan, yaitu FOB Shipping Point atau FOB Destination. 
        FOB Destination Point, artinya biaya angkut barang dimulai dari gudang penjual sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak penjual. Ini berarti bahwa barang-barang dalam perjalanan masih merupakan hak milik penjual. 
       FOB Shipping Point, artinya biaya angkut barang dimulai dari gudang penjual sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak pembeli, ini berarti pembeli adalah pemilik dari barang-barang yang masih dalam perjalanan. Oleh karena itu, dalam menentukan saldo persediaan untuk satu periode perusahaan harus mencatat jumlah barang dagangan dalam perjalanan.
  • Barang Konsinyasi
Perjanjian konsinyasi mengijinkan suatu perusahaan lain untuk menyimpan persediaan dalam gudang mereka namun mereka tidak harus membeli persediaan tersebut. Dengan perjanjian ini, pemasok memberikan persediaan untuk dijual kembali dengan menahan kepemilikan persediaan sampai terjualnya persediaan tersebut. Barangbarang konsinyasi masih tetap dilaporkan sebagai bagian dari persediaan pemiliknya sampai barang tersebut dijual kepada pihak ketiga. Barangbarang ini dilaporkan sebesar harga perolehannya (cost) di tambah biayabiaya yang dikeluarkan untuk memindahkan barang tersebut dari gudang pemilik ke gudang perusahaan yang menjualkannya.
  • Barang yang dijual secara cicilan
Penjualan cicilan (installment sales) adalah penjualan yang pembayarannya dicicil secara periodic selama periode tertentu. Dalam penjualan cicilan biasanya penjual menahan hak legal atas barang sampai seluruh pembayaran dilakukan. Dalam penjualan cicilan, persediaan berpindah dari penjual kepada pembeli pada saat ditandatanganinya kontrak penjualan cicilan walaupun hak legal atas kepemilikan barang tersebut belum berpindah.
Pencatatan Persediaan Barang Dagang
Dalam sebuah perusahaan, persediaan akan mempengaruhi neraca maupun laporan laba rugi.
Dalam neraca perusahaan dagang, persediaan merupakan nilai yang paling signifikan dalam aset lancar.  Dalam laporan laba rugi, persediaan bersifat penting dalam menentukan hasil operasi perusahaan dalam periode tertentu.  Terdapat dua macam sistem pencatatan persediaan yang dapat digunakan, yaitu:
1.   Sistem Fisik/Sistem Berkala/Sistem Periodik
      yaitu pada setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara phisik untuk menentukan jumlah persediaan akhir. Perhitungan tersebut meliputi pengukuran dan penimbangan barangbarang yang ada pada akhir suatu periode untuk kemudian dikalikan dengan suatu tingkat harga/biaya. Perusahaan yang menerapkan sistem periodik umumnya memiliki karakteristik persediaan yang beraneka ragam namun nilainya relatif kecil.
 2.   Sistem Perpetual/Sistem Terus-Menerus/Sistem Baku
      yaitu melakukan pembukuan atas persediaan secara terus menerus yaitu dengan membukukan setiap transaksi persediaan baik pembelian maupun penjualan. Sistem perpetual ini seringkali digunakan dalam hal persediaan memiliki nilai yang tinggi untuk mengetahui posisi persediaan pada suatu waktu sehingga perusahaan dapat mengatur pemesanan kembali persediaan pada saat mencapai jumlah tertentu.

Perbedaan dari kedua sistem tersebut yakni:

Sistem Periodik
Sistem Perpetual
1.    Pembelian barang dagangan dicatat dengan mendebit rekening pembelian.
2.    Hasil penjualan dicatat dalam rekening penjualan dan pada waktu penjualan harga pokok penjualan tidak dicatat dijurnal.
3.    Nilai persediaan pada akhir  periode tidak dapat diketahui sehingga perlu melakukan perhitungan fisk persedian: dibuat penyesuaian pada akhir periode
1.    Pembelian barang dagangan dicatat dalam akun persediaan barang dagangan.
2.    Hasil penjualan dicatat dalam rekening penjualan dan pada waktu penjualan harga pokok penjualan dicatat/dijurnal.
3.    Walaupun nilai persediaan akhir dapat diketahui, penghitungan fisik tetap harus dilakukan untuk mencocokkan persediaan akhir menurut penghitungan fisik dengan catatannya.


Jurnal yang harus dibuat:
Transaksi
Sistem Periodik
Sistem Perpetual
Pembelian
   Pembelian                  xxx
        Utang Dagang /Kas         xxx
   Persediaan                 xxx
       Utang Dagang/Kas          xxx
Retur Pembelian
   Utang Dagang/Kas     xxx
         Retur Pembelian            xxx
   Utang Dagang/Kas     xxx
         Persediaan                      xxx
Penjualan
   Piutang Dagang          xxx
         Penjualan                       xxx
   (Harga Jual)
  Piutang Dagang/Kas    xxx
        Penjualan                       xxx
    (Harga Jual)
   HPP                            xxx
         Persediaan                     xxx
   (Harga Pokok)
Retur Penjualan
   Retur Penjualan          xxx
         Piutang Dagang             xxx
   Persediaan                   xxx
         Piutang Dagang             xxx
    Persediaan                 xxx
    HPP                                    xxx
Penyesuaian
   ILR                            xxx
         Persediaan                      xxx
    (Persediaan Awal)

   Persediaan                  xxx
         ILR                                xxx
   (Persediaaan Akhir)



Tidak Ada Jurnal
Perlunasan Utang
   Utang Dagang          xxx
         Kas                                xxx

Dalam masa Diskon
   Utang Dagang           xxx
          Potongan Pembelian     xxx
          Kas                                xxx

*Apabila terdapat retur : Utang Dagang – Retur
  Utang Dagang            xxx
        Kas                                 xxx

Dalam Masa Diskon
   Utang Dagang             xxx
         Persediaan                      xxx
          Kas                                xxx

*Apabila terdapat retur : Utang Dagang – Retur
Perlunasan Piutang
   Kas                            xxx
         Piutang Dagang             xxx

Dalam Masa Diskon
   Kas                           xxx
          Potongan Penjualan     xxx
          Piutang Dagang           xxx

*Apabila terdapat retur : Piutang Dagang – Retur
  Kas                            xxx
         Piutang Dagang            xxx

Dalam Masa Diskon
  Kas                             xxx
         Persediaan                    xxx
         Piutang Dagang             xxx

*Apabila terdapat retur : Piutang Dagang – Retur


Contoh:
Berikut ini adalah transaksi penjualan dan pembelian barang dagang PD. Putra Jaya bulan Maret 2011 :
Jan       1          Persediaan awal          100 unit @ 10 = 1000
2          Pembelian                    200 unit @ 11= 2200
5          Pembelian                    50 unit @ 9 = 450
12        Penjualan                     75 unit @ 15 = 1125 (Misal HPP @ 10)
14        Penjualan                     100 unit @ 15 = 1500 (Misal HPP @ 12)
20        Pembelian                    40 unit @ 12 = 480
25        Penjualan                     150 unit @ 15 = 2250 (Misal HPP @11)
31        Persediaan Akhir         (Misal 605)



Transaksi
Sistem Periodik
Sistem Perpetual
Pembelian
2/1   Pembelian             2200
              Utang Dagang          2200
5/1   Pembelian               450
              Utang Dagang           450
20    Pembelian               480
              Utang Dagang           480
2/1   Persediaan          2200
            Utang Dagang          2200
5/1   Persediaan               450
              Utang Dagang           450
20    Persediaan               480
              Utang Dagang           480
Penjualan
12    Piutang Dagang    1125
              Penjualan                 1125



14    Piutang Dagang     1500
              Penjualan                 1500



25    Piutang Dagang    2250
              Penjualan                 2250


12    Piutang Dagang       1125
              Penjualan                     1125
        HPP                 750
              Persediaan           750
12    Piutang Dagang       1500
              Penjualan                     1500
        HPP                         1200
              Persediaan                   1200
20    Piutang Dagang       2250
              Penjualan                     2250
        HPP                        1650
              Persediaan                   1650
Penyesuaian
Persediaan Akhir        xxx
HPP                            xxx
            Persediaan Awal       xxx
            Pembelian                 xxx

Tidak Ada Jurnal
(Karena sudah menggunakan akun persediaan, sehingga pada akhir periode persediaan sudah pada keadaan sebenarnya)













PENILAIAN PERSEDIAAN BARANG DAGANG
I. METODE HARGA POKOK
a. Penilaian Persediaan Dengan Sistem Fisik ( Pereodik)
Untuk menentukan nilai persediaan barang pada akhir periode menurut system pisik
adalah sebagai berikut :
1. Metode Tanda Pengenal Khusus
2. Metode RataRata
3. Metode MPKP ( FIFO )
4. Metode MTKP ( LIFO )
5. Metode Persediaan Dasar.

1. Metode Tanda Pengenal Khusus
Dalam metode tanda pengenal khusus ( specific identification ) setiap barang yang dibeli atau yang masuk diberi kode / tanda pengenal yang menunjukkan harga per satuan sesuai faktur yang diterima. Pada metode ini sudah jelas harga per satuannya Dengan demikian untuk mengetahui jumlah atau nilai persediaan pada akhir periode tinggal mengalikan jumlah barang yang masih ada dengan harga yang tercantum dalam etiket barang tersebut.
Contoh:
PT Angkasa Pura selama bulan januari 1995 mempunyai data tentang persediaan sebagai berikut:
Jan. 1, persediaan        1750 unit @ Rp. 6.000/ unit
Jan. 5, persediaan        1.000 unit @ Rp. 6.200/ unit
Jan. 10, persediaan      2.000 unit @ Rp. 6.250/ unit
Jan. 15, persediaan      1.500 unit @ Rp. 6.400/ unit
Jan. 20, persediaan      3.000 unit @ Rp. 6.250/ unit
Jan. 25, persediaan      2.500 unit @ Rp. 6.500/ unit
Jan. 30, persediaan      2.000 unit @ Rp. 6.400/ unit
Berdasarkan inventaris  secara fisik ternyata jumlah persediaan pada tanggal 31 Januari 1995 sebanyak 3.000 unit terdiri dari: pembelian tanggal 30 Januari 50%, pembelian tanggal 25 januari 25% dan selebihnya pembelian tanggal 5 Januari 1995. Tentukan nilai persediaan tanggal 31 Januari 1995 dengan metode tanda pengenal khusus!
Jawab:
Nilai persediaan pada tanggal 31 Januari 1995 adalah:
1.500 x Rp. 6.400       = Rp. 9.600.000
   750 x Rp. 6.500       = Rp. 4.875.000
   750 x Rp. 6.200       = Rp. 4.650.000
3.000 unit                       Rp. 19.125.000                               





2. Metode Rata-Rata
a. Metode RataRata Sederhana
     Dalam metode ini harga barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga beli per satuan setiap transaksi pembelian dan persediaan awal dengan frekwensi pembelian dan persediaan awal periode.
b. Metode Rata-Rata Tertimbang
Dalam metode ini harga barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual yakni jumlah persediaan awal ditambah jumlah pembelian dengan kuantitas barang tersebut
Contoh :
Jumlah persediaan 7.000 unit
Harga rata-rata per unit:
= (3.000 x p.6.400) +   (2.000 x Rp. 6.500) + (4.000 x Rp.6.300) + (5.000 x Rp.6.600) + (2.500 x Rp.6.800) + (4.000 x Rp. 6.250)
3.000+2.000+4.000+5.000+2.500+4.000

=Rp.19.000.000+Rp.13.000.000+Rp.200.000+Rp.33.000.000+Rp.17.000.000+Rp25.000.000
                                                             20.500
= Rp. 132.400.000
            20.500
=Rp. 6.458,54
Nilai persediaan = 7.000 x Rp.  6.458,54       = Rp.45.209.780

3. Metode MPKP ( FIFO )
Dalam metode ini, barang yang lebih dulu masuk diaggap lebih dulu keluar atau dijual sehingga nilai persediaan akhir terdiri atas persediaan barang yang dibeli atau yang masuk belakangan. Jadi harga pokok barang yang keluar (dijual) dihitung berdasarkan harga barang yang dibeli lebih dahulu, sesuai dengan jumlah pembeliannya. Atau dengan kata lain nilai persediaan akhir barang didasarkan pada harga barang yang dibeli terakhir, sesuai dengan jumlah unitnya.
Contoh :
PD Nusantara selama bulan februari 1995 mempunyai catatan mengenai barang dagangan sebagai berikut:
Feb. 1 Persediaan        3.000 unit  @ Rp. 6.400/ unit
Feb. 6 Pembelian         2.000 unit  @ Rp. 6.500/ unit
Feb. 11 Pembelian       4.000 unit  @ Rp. 6.300/ unit
Feb. 16 Pembelian       5.000 unit  @ Rp. 6.600/ unit
Feb. 21 Pembelian       2.500 unit  @ Rp. 6.800/ unit
Feb. 26 Pembelian       4.000 unit  @ Rp. 6.2500/ unit
Berdasarkan inventarisasi secara fisik, persediaan barag dagang pada tanggal 28 februari 1995 sebanyak 7.000 unit.
Hitunglah nilai persediaan barang dagang pada tanggal 28 Februari 1995 jika menggunakan metode FIFO!

Jawab:
Jumlah persediaan 7.000 unit terdiri dari:
Persediaan tgl 1 Februari 1995 = 3.000 x Rp. 6.400  = Rp. 19.200.000
Pembelian tgl 6  Februari 1995 = 2.000 x Rp.6.500   = Rp. 13.000.000
Pembeliaan tgl 11 Februari 1995 = 2.000 x Rp. 6.300 =Rp. 12.600.000
                                                                                    = Rp. 44.800.000
Jadi, nilai dari persediaan 7.000 unit adalah Rp. 44.800.000

4. Metode MTKP ( LIFO )
Dalam metode ini, barang yang terakhir masuk diaggap lebih dulu keluar atau dijual sehingga nilai persediaan akhir terdiri atas persediaan barang yang dibeli atau yang masuk lebih awal. Sehingga harga pokok barang yang terjual dihitung berdasarkan pada harga barang yang dibeli terakhir sesuai dengan jumlah unitnya, atau nilai persediaan barnag didasarkan pada harga barang yang dibeli pada awal, sesuai dengan jumlah unitnya.
Jumlah persediaan 7.000 unit terdiri dari:
Pembelian 26 Februari 1995   = 4.000 x Rp. 6.250    = Rp. 25.000.000
Pembelian 21 februari 1995    = 2.500 x Rp. 6.800    = Rp. 17.000.000
Pembelian 16 Februari 1995   = 500 x Rp. 6.600       = Rp. 3.300.000
                                                                                    = Rp. 45.300.000
Jadi nilai persediaan 7.000 unit adalah Rp. 45.300.000

5. Metode Persediaan Dasar ( Basic Stock )
Disebut juga sebagai persediaan besi yakni persediaan minimum yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk menjaga likuiditas perusahaannya. Dalam metode Ini keterlambatan masuknya barang yang disebabkan adanya kemacetan atau sebabsebab lain tidak mengganggu persediaan sehingga perusahaan masih dapat melayani pelanggan atau pembeli.
Dalam metode ini persediaan akhir dihitung berdasarkan harga pokok yang ditetapkan. Adapun selisih antara persediaan barang yang ada dengan persediaan dasar dinilai dengan harga menurut metode yang dikehendaki ( Metode ratarata, MPKP, MTKP, harga pasar dll ).

Nilai persediaan pada akhir periode dihitung sebagai berikut:
1.      Jika kuantitas lebih banyak daripada kuantitas persediaan dasar, nilai persediaan adalah nilai persediaan dasar tambah dengan harga pasar kelebihannya.
2.      Jika kuantitas lebih kecil daripada kuantitas persediaan dasarnya, nilai persediaan adalah nilai persediaan dasar dikurangi harga pasar kekurangannya.

Contoh 1:
Persediaan dasar ditentukan sebanyak 6.000 kg dengan harga Rp. 1.000 tiap kg. Nilai persediaan pada 31 januari 199 sebanyak 7.500 kg dengan harga pasar Rp.1.400 per kg. Berapa nilai persediaannya?




Jawab:
Nilai persediaan akhir:
persediaan dasar, 6.000 x Rp. 1.000                           = Rp. 6.000.000
ditambah dengan kelebihannya, 1.500 x Rp.1.400     = Rp. 2.100.000
                                    jumlah................................................= Rp. 8.100.000
contoh 2;
Persediaan dasar ditentukan sebanyak 6.000 kg dengan harga Rp. 1.000 tiap kg. Nilai persediaan pada 31 januari 199 sebanyak 5.500 kg dengan harga pasar Rp.1.400 per kg. Berapa nilai persediaannya?
Jawab:
Nilai persediaaan akhir:
Persediaan dasar,6.000 x Rp.1.000                                           =Rp. 6.000.000
Dikurangi dengan harga pasar kekurangannya, 500 x Rp.1.400        =(Rp.    700.000)
                                    Jumlah...........................................................= Rp. 5.300.000


b.  Penilaian Persediaan Dengan Sistem Perpetual
Dalam sistem perpetual setiap terjadi mutasi persediaan dicatat dalam akun persediaan. Metode penilaian persediaan digunakan pada saat terjadi transaksi penjualan, dengan membuat Kartu Persediaan Barang secara lengkap yang memuat kuantitas, harga satuan, jumlah harga baik untuk lajur masuk, keluar, maupun sisa. Kartu persediaan tersebut sebagai buku pembantu untuk tiap macam barang digunakan atau yang dijual. Sehingga apabila perusahaan memiliki 15 jenis barang, maka harus membuat Kartu Persediaan barang sebanyak 15.
Format Kartu Persediaan adalah sebagai berikut :
KARTU PERSEDIAAN (STOCK CARD)
NAMA BARANG:

METODE PENCATATAN :



HARGA JUAL :

TGL
KETERANGAN
MASUK
KELUAR
SALDO
UNIT
HARGA
JUMLAH
UNIT
HARGA
JUMLAH
UNIT
HARGA
JUMLAH

































































































Metode penilaian persediaan dalam pencatatan secara perpetual sebagai berikut :
1. Metode RataRata bergerak ( Moving Average )
      Dalam metode ini, harga beli ratarata dihitung setiap terjadi transaksi
pembelian. Harga pokok penjualan per satuan didasarkan pada harga ratarata pada saat terjadi transaksi penjualan.
Contoh:
            PT permata yang menggunakan sistem Perpetual dalam pencatatan persediaan barang, pada bulan Maret 1995 mempunyai data yang berhubungan dengan persediaan barang dagang sebagai berikut:
                        Maret 1, persediaan     4.000 unit @ Rp. 800
            Maret 4, persediaan     3.000 unit @ Rp. 850
            Maret 7, penjualan      5.000 unit @  -
            Maret 13, pembelian   4.000 unit @ Rp. 875
            Maret 19, penjualan    5.000 unit @  -
            Maret 22, pembelian   2.000 unit @ Rp. 900
            Maret 26, penjualan    2.500 unit @   -
            Maret 30, pembelian   .5000 unit @ Rp. 850
Tentukan nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret 1995 berdasarkan metode  Moving average!
Jawab:

Tgl
Masuk
Keluar
Saldo
Unit
Hrg/unit
(Rp)
Jmlah
(Rp)
unit
Hrg/unit
(Rp)
Jmlah
(Rp)
unit
Hrg/unit
(Rp)
Jmlah
(Rp)
Maret,1
-
-
-
-
-
-
4.000
.800
3.200.000
Meret,4
3.000
.850
2.550.000
-
-
-
7.000
 821,43
5.750.000
Maret,7
-
-
-
5.000
821,43
4.107.150
2.000
.821,43
1.642.850
Maret,13
4.000
875
3.500.000
-
-
-
6.000
857,14
5.142.850
Maret,19
-
-
-
5.000
857,14
4.285.700
1.000
857,14
875.150
Maret,22
2.000
900
1.800.000
-
-
-
3.000
885,72
2.657.150
Maret,26
-
-
-
2.500
885,72
2.214.300
500
885,72
442.850
Maret,30
5.000
850
4.250.000
-
-

5.500
853,26
4.692.850
Jadi, nilai persediaaan barang dagang pada tanggal 30 Maret adalah Rp.4.692.850


2. Metode FIFO
       Metode ini beranggapan barang yang ada paling awal dianggap dijual paling awal juga. Perbedaanya adalah dalam metode perpetual perhitungan harga pokok dilakukan pada saat terjadi penjualan.
Contoh;
                   PT permata yang menggunakan sistem Perpetual dalam pencatatan persediaan barang, pada bulan Maret 1995 mempunyai data yang berhubungan dengan persediaan barang dagang sebagai berikut:
                        Maret 1, persediaan     4.000 unit @ Rp. 800
            Maret 4, persediaan     3.000 unit @ Rp. 850
            Maret 7, penjualan      5.000 unit @  -
            Maret 13, pembelian   4.000 unit @ Rp. 875
            Maret 19, penjualan    5.000 unit @  -
            Maret 22, pembelian   2.000 unit @ Rp. 900
            Maret 26, penjualan    2.500 unit @   -
            Maret 30, pembelian   .5000 unit @ Rp. 850
       Tentukan nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret 1995 berdasarkan metode  FIFO!
Jawab:

Tgl
Masuk
Keluar
Saldo
Unit
Hrg/unit
(Rp)
Jmlah
(Rp)
unit
Hrg/unit
(Rp)
Jmlah
(Rp)
unit
Hrg/unit
(Rp)
Jmlah
(Rp)
Maret,1
-
-
-
-
-
-
4.000
.800
3.200.000
Meret,4
3.000
.850
2.550.000
-
-
-
4.000
3.000
7.000
 800
850
3.200.000
2.550.000
5.750.000
Maret,7
-
-
-
4.000
1.000
800
.850
3.200.000
850.000
2.000
.850
1.700.000
Maret,13
4.000
875
3.500.000
-
-
-
2.000
4.000
6.000
850
875
1.700.000
3.500.000
5.200.000
Maret,19
-
-
-
2.000
3.000
850
875
1.700.000
2.625.000
1.000
875
875.000
Maret,22
2.000
900
1.800.000
-
-
-
1.000
2.000
3.000
875
900
875.000
1.800.000
2.675.000
Maret,26
-
-
-
1.000
1.500
875
900
875.000
1.350.000
500
900
450.000
Maret,30
5.000
850
4.250.000
-
-

-500
5.000
5.500
900
850
450.000
4.250.000
4.700.000
Jadi, nilai persediaaan barang dagang pada tanggal 30 Maret adalah Rp.4.700.000

3. Metode LIFO
      Pada metode ini barang yang terakhir dibeli dianggap dijual lebih dahulu. Harga pokok dihitung pada saat terjadi penjualan
Contoh :
PT permata yang menggunakan sistem Perpetual dalam pencatatan persediaan
barang, pada bulan Maret 1995 mempunyai data yang berhubungan dengan
persediaan barang dagang sebagai berikut:
                        Maret 1, persediaan     4.000 unit @ Rp. 800
            Maret 4, persediaan     3.000 unit @ Rp. 850
            Maret 7, penjualan      5.000 unit @  -
            Maret 13, pembelian   4.000 unit @ Rp. 875
            Maret 19, penjualan    5.000 unit @  -
            Maret 22, pembelian   2.000 unit @ Rp. 900
            Maret 26, penjualan    2.500 unit @   -
            Maret 30, pembelian   .5000 unit @ Rp. 850
Tentukan nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret 1995 berdasarkan metode  LIFO!
Jawab:

Tgl
Masuk
Keluar
Saldo
Unit
Hrg/unit
(Rp)
Jmlah
(Rp)
unit
Hrg/unit
(Rp)
Jmlah
(Rp)
unit
Hrg/unit
(Rp)
Jmlah
(Rp)
Maret,1
-
-
-
-
-
-
4.000
.800
3.200.000
Meret,4
3.000
.850
2.550.000
-
-
-
4.000
3.000
7.000
 800
850
3.200.000
2.550.000
5.750.000
Maret,7
-
-
-
3.000
2.000
850
.800
2.5500.000
1.600.000
2.000
.800
1.600.000
Maret,13
4.000
875
3.500.000
-
-
-
2.000
4.000
6.000
800
875
1.600.000
3.500.000
5.100.000
Maret,19
-
-
-
4.000
1.000
875
800
3.500.000
800.000
1.000
800
800.000
Maret,22
2.000
900
1.800.000
-
-
-
1.000
2.000
3.000
800
900
800.000
1.800.000
2.600.000
Maret,26
-
-
-
2.000
.500
900
800
1.800.000
400.000
500
800
400.000
Maret,30
5.000
850
4.250.000
-
-

-500
5.000
5.500
800
850
400.000
4.250.000
4.650.000
Jadi, nilai persediaaan barang dagang pada tanggal 30 Maret adalah Rp.4.650.000




Keunggulan dari metode FIFO
-. Laba yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan metode lainnya, yang bisa membuat pandangan yang lebih baik terhadap performance perusahaan.
-. Pengukuran stok akhir lebih tepat dikarenakan menggunakan ongkos barang yang di beli terlebih dahulu.
Kelemahan dari metode FIFO
-. Dikarenakan Laba yang dihasilkan lebih tinggi, jumlah pajak yang harus di bayarkan adalah lebih tinggi.
Keunggulan dari metode LIFO
-. Keuntungan pajak dikarenakan Laba lebih rendah, jadi pajak lebih kecil
-. Pengukuran Laba yang lebih baik karena nilai stok memakai biaya terbaru.
Kelemahan dari metode LIFO
-. Laba menjadi lebih kecil, maka buruk untuk di evaluasi oleh pemegang saham.
-. Nilai stok akhir lebih maka buruk bila di evaluasi oleh pemegang saham.
-. Undang Undang Perpajakan Indonesia melarang penggunaan LIFO.
Keunggulan dari metode moving average
-. Lebih praktis untuk melaksanakannya.
-. Laba yang lebih kecil – maka pajak lebih murah
-. Nilai stok akhir lebih kecil.
Kelemahan dari metode moving average
-. Laba menjadi lebih kecil – buruk untuk di evaluasi oleh pemegang saham.
-. Nilai stok akhir lebih – buruk bila di evaluasi oleh pemegang saham.



II. METODE TAKSIRAN
          Penetapan harga pokok persediaan dengan metode cost mengharuskan perusahaan untuk mengadakan perhitungan secara pisik atas persediaan, umumnya memerlukan waktu lama dan biaya yang besar . Pada perusahaan tertentu seperti Toserba atau swalayan, metode cost dirasa kurang praktis atau tidak efisien. Untuk itu diperlukan metode lain, yakni metode Taksiran, khususnya dalam penilaian persediaan pada laporan intern. Dalam metode ini dapat digunakan dua cara yakni :
a. Metode Eceran
b. Metode Laba kotor.

Metode Eceran
Berdasarkan Hubungan HP. BTUD dengan harga eceran barang yang sama.
Banyak digunakn oleh toserba dan swalayn yng mempunyai prosedur penentuan nilai persediaan dengan metode eceran sbb :
a. Atas persediaan barang awal, selain diketahui HP nya harus pula ditentukan berapa besar  
    harga jual ecerannya.
b. Setiap terjadi pembelian harus ditentukan Jumlah harga jualnya.
c. Dihitung barang tersedia dijual menurut harga beli dan harga jual
d. Dihitung prosentase HP terhadap harga jual dengan rumus :
HP. BTUD = Harga jual BTUD x 100%
e. Prosentase HP terhadap harga jual tsb akn digunakn untuk menaksir HP persediaan yang ada pada akhir peride.

Contoh :
Diketahui :
-          Persediaan Awal                                   = Rp. 14.000.000
-          Harga Eceran                                       = Rp. 21.500.000
-          HP. Pembelian                                     = Rp. 61.000.000
-          Harga ecerannya                                  = Rp. 78.000.000
-          Harga Eceran Penjualan Bersih            = Rp. 70.000.000
Ditanya : Berapa Taksiran persediaan akhirnya ?
Jawab : 
                                             Atas dasar HP            Atas Dasar Harga Eceran
Persediaan awal                 Rp. 14.000.000                        Rp. 21.500.000
Pembelian                          Rp. 61.000.000                        Rp. 78.500.000
BTUD                                Rp. 75.000.000                       Rp. 100.000.000
Penjualan Bersih                                                                (Rp.  70.000.000)
Persediaan Akhir (berdasarkan hrg eceran)                    Rp.  30.000.000
·         Perbandingan HP terhadap Harga Eceran        = 75%
= (75.000.000 : 100.000.000)
= 0.75 x 100
·         Taksiran Harga Perolehan Persediaan Akhir
= 75% x Rp. 30.000.000
= Rp. 22.500.000

Metode Laba Kotor ( Gross Profit Method )
Dalam metode ini konsep yang digunakan adalah konsep hubungan antara harga pokok dan harga jual. Besarnya prosentase laba kotor umumnya didasarkan prosentase laba-laba tahun lalu.

Metode laba kotor dapat bermanfaat dalam kondisi berikut ini :
a) Perusahaan memerlukan laporan persediaan untuk keperluan intern bila perusahaan
    menggunakan sistem periodik. Atau untuk melihat persedian bulanan,sedang biaya stock
    opname sangat mahal.
b) Persediaan rusak atau musnah akibat kebakaran, pencurian, bencana alam dll.
c) Untuk menguji keabsahan angka persediaan yang dihitung dengan cara lain.

Dalam metode laba kotor besarnya prosentase laba kotor dapat dihitung dengan
  • Prosentase laba kotor dari harga jual
  • Prosentase laba kotor dari harga pokok.

Persentase laba kotor dihitung dari harga Jual
Dalam metode ini harga jual adalah 100%, sedangkan Harga pokok barang yang dijual adalah 100% dikurangi laba kotor, atau persen laba kurang dari 100. Cara menentukan nilai persediaan akhir adalah sebagai berikut :
  1. Dihitung lebih dahulu jumlah barang tersedia untuk dijual dengan jalan menambahkan persediaan barang daganga awal tahun ditambah pembelian bersih tahun berjalan.
  2. Dihitung harga pokok barang yang dijual dengan cara jumlah penjualan dikurangi persentase dikali jumlah penjualan.
  3. Dihitung nilai persediaan akhir barang dagangan, yakni barang tersedia untuk dijualdikurang harga pokok barang yang sudah dijual.
Persentase laba kotor dihitung dari harga Pokok.
Bila persentase laba kotor ditentukan dari harga pokok , besarnya harga jual adalah harga pokok ( 100% ) ditambah prosentase laba. Jadi harga jual lebih dari seratus persen atau disebut persen laba diatas seratus.
Contoh soal     :
Diketahui :
-          Penjualan                        = Rp. 20.000.000
-          Persediaan Awal             = Rp.    4.000.000
-          Pembelian                        = Rp. 12.000.000
-          Laba Kotor                     30% dari Penjualan

Ditanya : berapa Taksiran Persediaan akhirnya ?
Jawab :
-          Persediaan awal                                              = Rp.   4.000.000
-          Pembelian                                                       = Rp. 12.000.000
     BTUD                                                             = Rp. 16.000.000

-          Penjualan Bersih                                            = Rp. 20.000.000
-          Laba Kotor (20.000.000 x 30% )                   = (Rp.  6.000.000)
                                                                             = (Rp. 14.000.000)
Taksiran Persediaan Akhir                              = Rp.  2.000.000

III. METODE HARGA POKOK ATAU HARGA PASAR YANG LEBIH RENDAH
Secara umum persediaan dinilai sebesar harga perolehannya. Namun dalam prakteknya persediaan yang dimiliki perusahaan tidak lagi mencerminkan manfaat potensial yang dimiliki persediaan tersebut. Hal ini disebabkan oleh faktor waktu, selera atau mode yang berubah, sehingga mengakibatkan perseidaan tersebut susut, cacat atau rusak dan lain-lain. Dalam keadaan seperti ini prinsip akuntansi memperkenankan penggunaan metode penilaian dengan dasar selain harga perolehan.
Metode LOCOM digunakan untuk menilai persediaan yang memiliki nilai dibawah harga pokok awal yang disebabkan oleh kejadian-kejadian seperti: perubahan tingkat harga, kerusakan barang, keusangan dan lain-lain. Kondisi tersebut menyebabkan kerugian bagi perusahaan, hal ini berarti perusahaan harus mengakui timbulnya kerugian sebesar selisih harga pokok dengan harga pasar (bila harga pasar lebih rendah). Digunakan harga pasar karena selalu merupakan nilai tengah dari tiga nilai berikut:

1.  Harga pokok pengganti/harga beli
     Yaitu seluruh pengorbanan sumber ekonomik yang dilakukan perusahaan untuk    
      memperoleh suatu aktiva, biasanya dipakai dalam perusahaan dagang.
2.  Nilai reproduksi
     Meliputi semua pengeluaran yang dilakukan perusahaan untuk menghasilkan suatu produk  
     (bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik), biasanya dipakai dalam perusahaan  
     manufaktur.
3.  Nilai bersih terealisasikan
      Penilaian terhadap produk yang manfaat potensialnya tidak sebanding lagi dengan harga  
      pokoknya, yaitu merupakan selisih antara taksiran harga jual dengan taksiran biaya
      penjualan.

Pada hakekatnya harga pasar merupakan harga pokok pengganti kini (current replacement cost) dengan batasan harga pasar tidak boleh:
1.  melebihi nilai bersih terealisasikan dan,
2.  lebih tendah dari nilai bersih terealisasikan setelah dikurangi laba normal yang   
     diharapkan.

Tahap-tahap penilaian persediaan dengan menggunakan metode LOCOM sebagai berikut:
1.  Menentukan nilai pasar (market)
Nilai pasar ditentukan berdasarkan data, nilai pengganti, taksiran harga jual, taksiran biaya penjualan, taksiran laba normal yang diharapkan. Dalam tahap ini batas atas dan batas bawah, serta nilai pengganti dibandingkan untuk menentukan nilai pasar. Berikut merupakan istilah-istilah yang digunakan dalam metode LOCOM:
o  Batas atas (ceilling) = nilai bersih dieralisasikan = taksiran harga jual - biaya penjualan. Jika nilai pengganti lebih tinggi dari batas atas, maka yang dipakai sebagai harga pasar adalah batas atas.
o  Batas bawah (floor) = nilai bersih  direalisasikan - laba normal. Jika nilai pengganti lebih tendah dari batas bawah, maka yang dipakai sebagai harga pasar adalah batas bawah.
2. Membandingkan harga pokok dengan harga pasar
Perbandingan ini dapat dilakukan secara individual produk (pada perusahaan dagang), kelompok produk (pada perusahaan manufaktur) dan keseluruhan jumlah persediaan.
Jika penerapan metode LOCOM menunjukkan harga pasar lebih rendah dibandingkan dengan harga pokok persediaan, maka kerugian harus diakui. Rekening rugi penurunan nilai persediaan dilaporkan dalam laporan laba rugi bukan sebagai pos luar biasa tetapi masukkan de dalam tubuh laporan laba rugi.

Pencatatan terhadap rugi penurunan nilai persediaan terpisah dari harga pokok penjualan ada 2 cara:
1.   Metode langsung
Persediaan langsung diakui sebesar harga pasar (jika lebih rendah) dan disajikan dalam laporan keuangan sebesar jumlah tersebut, dengan demikian pengaruh penurunan ada pada laporan keuangan langsung tanpa penyesuaian terlebih dahulu.
2.   Metode cadangan
Mengakui kerugian penurunan harga pada waktu akan menyusun laporan keuangan yaitu dengan mendebit rugi penurunan dan kredit cadangan penurunan harga.

Apabila harga pasar lebih rendah dari harga pokok persediaan barang dagangan yang disajikan dalam neraca, maka perlu dibuat ayat jurnal penyesuaian untuk mencatat kerugian oleh karena terjadinya penurunan harga persediaan barang dagangan tersebut, sekaligus menetapkan kembali nilai persediaan barang dagangan akhir sesuai dengan harga pasarnya.
           
Contoh Soal :

1.   Pada awal tahun fiskal PT. Cahaya mempunyai 20.000 unit persedian dengan biaya FIFO sebesar Rp8.000 per unit
2.   Tidak ada pembelian tambahan selama tahun berjalan.
3.   Penjualan dan nilai pasar pada akhir kuartal selam tahun fiskal sebagai berikut :



Kuartal
Unit Yg dijual
Nilai Pasar/ Unit
1
2
3
4
3.000
4.000
5.000
5.000
Rp7.000
6.000
7.000
10.000

       *** PT. Cahaya tidak yakin mengenai penyebab turunnya nilai pasar dan menganggap
       Itu sebagai hal yang akan permanen. Perusahaan mengakui penurunan tersebut dalam
       kuartal terjadinya.

        Analisis Interim Harga Pokok dan Harga Pasar terendah dari Akun Persediaan
        PT. Cahaya :
       
Kuartal
POS
Persediaan
Unit
Harga
Total

1




2




3




4
Saldo Awal
Persediaan dijual, Kuartal I
Penyesuaian ke Pasar :
( 17.000 unit x ( Rp8.000 – 7.000 )
Saldo Akhir Kuartal I

Persediaan dijual Kurtal II
Penyesuaian ke Pasar :
( 13.000 unit x ( Rp7.000 – 6.000 )
Saldo Akhir Kuartal II

Persediaan dijual, kuartal III
Penyesuaian ke Pasar :
( 8.000 unit x ( Rp6.000 – 7.000 )
Saldo Akhir Kuartal III

Persediaan dijual, kuartal IV
Penyesuaian ke Pasar :
( 3.000 unit x ( Rp7.000 – 8.000 )
Saldo Akhir Kuartal IV
20.000
( 3.000 )

17.000
17.000

( 4.000 )

13.000
13.000

( 5.000 )

8.000
8.000

( 5.000 )

3.000
3.000
Rp8.000
Rp8.000

( 1.000 )
7.000

Rp7.000

( 1.000 )
6.000

6.000

1.000
7.000

7.000

1.000
8.000 (*)
Rp160.000.000
( 24.000.000 )

( 17.000.000 )
Rp119.000.000

( 28.000.000 )

( 13.000.000 )
Rp78.000.000

( 30.000.000 )

8.000.000
Rp56.000.000

( 35.000.000 )

3.000.000
Rp24.000.000

      (*) ingat bahwa walaupun nilai pasar adalah Rp10.000, penilaian persediaan tidak dapat
            melebihi biaya pokok.


IV. METODE HARGA JUAL
Pemakaian mtode harga jual untuk menilai persediaan barang dagang yang akan dicantumkan dalam neraca, merupakan penyimpangan dari prinsip harga pokok, tetapi metode ini akan dapat diterima apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Jenis persediaan itu merupakan suatu produk standar, yang pasarnya mampu menampung dan juga sulit untuk menentukan harga pokoknya. Misalnya, produk yang berasal dari barang tambang seperti emas dan perak, hasil-hasil pertanian dan peternakan.
2. Ada kepastian bahwa barang-barang itu akan dapat segera dijual dengan harga yang telah ditetapkan. Apabila persediaan dicantumkan dalam neraca sebesar harga jual bersihnya, maka metode penilaian yang digunakan hendaknya dijelaskan dalam neraca.
PENILAIAN PERSEDIAAN DALAM KONTRAK JANGKA PANJANG
        Untuk menentukan nilai persediaan dari suatu proyek jangka panjang, dapat dilakukan dengan dua metode.
1.      Metode persentase penyelesaian
Pada metode persentase penyelesaian pengakuan penghasilan dan penilaian persediaan kontrak progress dilakukan sebagai berikut :
a. Penghasilan diakui berdasarkan taksiran persentase penyelesaian kaliharga kontrak total.   
    Laba merupakan selisih lebih pengakuan penghasilan diatas biaya total pada periode yang
    bersangkutan.
b. Penilaian persediaan kontrak dalam progress diakui sebesar biaya yang telah dikeluarkan
    ditambah laba kotor yang diakui.
c. Persentase penyelesaian dapat dihitung dari perbandingan biaya atau taksiran penyelesaian
    fisik.

      2.      Metode kontrak selesai
Metode ini belum mengakui laba/rugi sebelum kontrak selesai. Persediaan kontrak dalam progress diakui sebesar biaya yang telah dibebankan.

Contoh :
PT. AGUS BELINDO  mengerjakan sebuah dam dalan waktu 3 tahun dengan harga kontrak Rp. 100.000.000. Data biaya dan penagihan piutang sebagai berikut :

Tahun
Biaya dibebankan
Taksiran biaya untuk menyelesaikan
Termin difakturkan
Pembayaran termin
1
20.000.000
60.000.000
25.000.000
18.000.000
2
39.000.000
23.500.000
45.000.000
40.000.000
3
30.000.000

30.000.000
42.000.000






90.000.000

100.000.000



Transaksi
Jurnal
Metode persentase penyelesaian
Metode kontrak selesai
Tahun 1 :
    a. Pengeluaran biaya

Kontrak dalam progress
    Per. Bahan, kas dll

20.000.000 (D)
            20.000.000 (K)

20.000.000  (D)
       20.000.000 (K)

    b. Pengajuan termin

Piutang
       Tagihan difakturkan

25.000.000
            25.000.000

25.000.000
            25.000.000
c. Pembayaran termin

Kas
      piutang

20.000.000
            20.000.000

20.000.000
            20.000.000

     d.  Pengakuan laba

1.  Biaya-biaya
Kontrak dalam progress
       Penghasilan kontrak


2.   Penghasilan kntrak
            Biaya-biaya
            Laba kontrak

20.000.000
5.000.000
            25.000.000


25.000.000
             20.000.000
               5.000.000


Tidak ada jurnal



Tidak ada jurnal





Sumber :

Gade, muhammad dan said khaerul wasif. Akuntansi keungan menengah 1. 2005. Jakarta :  
         Fakultas ekonomi umiverstitas indonesia.
Simangungsong. Akuntansi tingkat dasar 2. 1988. Jakarta : Karya utama.
Munandar,muhammad. Pokok-pokok intermediate accounting. 1996. Sleman : Gadjah mada  
          university press.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Kak misalnya ada soal persediaan barang dalam proses awal nya tidak diketahui itu cara mencarinya gimana

Xclmedia mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Kak minta file utuk penjelasan ini dong boleh ga

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates